Hari Ibu, 81 Tahun Perjuangan Perempuan Indonesia

Liana Garcia

ini, Selasa (22/12), masyarakat Indonesia memperingati Hari Ibu ke-81. Sebagian kalangan menganggap hari ini merupakan hari istimewa, karena hari ini jadi bukti kebesaran sosok perempuan Indonesia.

Tapi, perayaan Hari Ibu hendaknya jangan hanya jadi seremonial belaka, tetapi dapat dijadikan momentum, bagaimana pada Hari Ibu itu seorang perempuan bisa menghargai diri sendiri.

"Bukan hal yang harus diperdebatkan jika peran seorang perempuan khususnya Ibu dalam keluarga sangatlah penting. Tanpa kehadiran dan kasih sayang sosok seorang ibu, tentu keharmonisan keluarga akan terasa pincang," papar Ratih Ibrahim, psikolog keluarga.

Jangankan perannya dalam keluarga, dalam sebuah negara saja, sosok Ibu tetap menjadi yang paling agung. Di mana pun sebutan Ibu Pertiwi selalu melekat dan menjadi tiang bagi setiap negara.

"Hari Ibu adalah hari dimana setiap Ibu bisa mengevaluasi dirinya sendiri dalam menjalani perannya sebagai Ibu, baik di dalam rumah tangga maupun masyarakat," ujar Ratih.

Artinya, jangan hanya menjadikan satu hari itu dengan menjadikan Ibu sebagai seorang spesial bagi kehidupan kita, namun jadikanlah setiap hari sebagai hari untuk menghargai semua orang akan perannya, termasuk Ibu.

"Perempuan harus tahu peran dan tanggung jawabnya di dalam keluarga. Karena kunci keberhasilan keluarga ada di tangan kaum perempuan, khususnya Ibu," katanya.

Seperti yang ditegaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam puncak peringatan Hari Ibu Nasional ke-81 di Sasana Langen Budoyo Taman Mini Indonesia Indah Jakarta, Selasa (22/12) siang.

Peran kaum perempuan, khususnya para ibu sejak zaman revolusi, zaman pembangunan hingga saat ini tidak pernah surut dan terus mewarnai sejarah perjalanan bangsa. Hal itu menunjukkan peran mereka penting bagi pembangunan bangsa.

"Berbeda dengan negara lain, maka Hari Ibu di negara lain misalnya ditaburi dengan rasa kasih sayang. Peringatan Hari Ibu di Indonesia lebih luas karena ada perspektif kesetaraan, karena ada peran perempuan dalam perjuangan dan dalam pembangunan bangsa," kata Yudoyono.

Bila dilihat dari sejarah perjalanan bangsa, peran dan kesetaraan gender perempuan Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan dibandingkan masa sebelumnya.

"Kalau kita jujur akibat perjuangan para ibu setapak demi setapak semakin maju. Pemberian kesempatan di parlemen, bisnis, pemerintahan dan lain-lain, menurut saya semakin setara persoalannya bagaimana di mindset (pola pikir, red) kita bagaimana tidak melupakan kaum perempuan dalam kesempatan apa pun," kata Presiden Yudhoyono.

Kepala Negara mengharapkan penghormatan dan penghargaan terhadap kaum perempuan terus ditingkatkan seiring dengan kemampuan perempuan yang tetap berusaha menghadapi semua kesulitan dan tantangan yang dihadapi saat ini baik globalisasi maupun krisis ekonomi.

Kilas Balik Hari Ibu

Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres itu salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Organisasi perempuan sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said, dll.

Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan.

Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara; pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan; pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perdagangan anak-anak dan kaum perempuan; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan jender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.

Penetapan 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada 1938. Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada 1953 dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate.

Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316/1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.

Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini। Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama.

दिकुतिप इनिलाह.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahaya Bertambah, Perubahan Iklim Sebabkan Kanker

Pendiri WikiLeaks Siap Jadi Senat Australia